MSG atau Monosodium Glutamat adalah bahan tambahan makanan yang kerap menjadi perbincangan. Di satu sisi, MSG digunakan untuk memperkuat rasa makanan, terutama cita rasa gurih yang dikenal sebagai “umami”. Di sisi lain, banyak orang menghindarinya karena dianggap bisa memicu berbagai masalah kesehatan. Sebenarnya, seberapa aman konsumsi MSG dalam kehidupan sehari-hari?

PAFI KALIANDA (PERSATUAN AHLI FARMASI INDONESIA) hadir untuk memberikan informasi yang seimbang dan berdasarkan fakta ilmiah agar masyarakat tidak mudah termakan mitos atau informasi keliru tentang MSG.

Apa Itu MSG?

MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat, salah satu jenis asam amino yang secara alami ditemukan dalam banyak makanan seperti keju, tomat, jamur, dan daging. MSG dibuat melalui proses fermentasi, mirip dengan cara pembuatan kecap atau cuka.

PAFI KALIANDA menjelaskan bahwa MSG berfungsi sebagai penyedap rasa. Saat ditambahkan ke dalam masakan, MSG dapat meningkatkan rasa gurih yang membuat makanan terasa lebih lezat.

Sejarah dan Kontroversi MSG

Kontroversi seputar MSG bermula pada tahun 1969, ketika muncul laporan mengenai “Chinese Restaurant Syndrome”, yaitu kondisi di mana beberapa orang mengaku mengalami pusing, mual, atau jantung berdebar setelah makan makanan yang diduga mengandung MSG. Sejak saat itu, MSG mulai mendapat reputasi buruk.

Namun, menurut PAFI KALIANDA, berbagai penelitian ilmiah hingga kini belum menemukan bukti kuat bahwa MSG menyebabkan gangguan kesehatan serius, terutama jika dikonsumsi dalam jumlah wajar. Badan kesehatan dunia seperti WHO (World Health Organization), FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat, dan BPOM RI juga menyatakan bahwa MSG aman digunakan sebagai bahan tambahan makanan.

Aman atau Tidak?

Jawabannya: aman, selama digunakan sesuai takaran. Seperti halnya garam, gula, atau lemak, konsumsi MSG secara berlebihan tentu bisa berdampak negatif. Tapi jika digunakan dalam batas wajar, MSG tidak akan membahayakan kesehatan.

PAFI KALIANDA menekankan bahwa sensitivitas terhadap MSG bisa berbeda pada setiap orang. Beberapa orang mungkin mengalami gejala ringan seperti sakit kepala atau kemerahan di wajah jika mengonsumsi MSG dalam jumlah besar, namun kasus seperti ini sangat jarang terjadi.

Mitos vs Fakta Tentang MSG

Ada beberapa mitos yang beredar tentang MSG, yang perlu diluruskan:

  • Mitos: MSG menyebabkan kanker.
    Fakta: Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan langsung antara MSG dan kanker.

  • Mitos: MSG membuat ketagihan.
    Fakta: MSG hanya memengaruhi rasa makanan, tidak memiliki efek adiktif seperti narkoba atau nikotin.

  • Mitos: MSG tidak alami.
    Fakta: Asam glutamat sebagai komponen utama MSG juga terdapat secara alami dalam makanan.

PAFI KALIANDA mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan mengecek fakta dari sumber yang terpercaya, terutama jika berkaitan dengan isu kesehatan.

Alternatif MSG dan Konsumsi yang Bijak

Bagi Anda yang tetap ingin menghindari MSG, ada banyak alternatif penyedap rasa alami seperti kaldu dari rebusan tulang, jamur, kecap, atau rempah-rempah. Namun, PAFI KALIANDA mengingatkan bahwa mengganti MSG dengan bahan lain belum tentu lebih sehat, apalagi jika bahan tersebut mengandung banyak garam atau lemak.

Yang terpenting adalah mengatur porsi dan frekuensi penggunaan. Jika Anda memasak sendiri di rumah dan menggunakan sedikit MSG untuk memperkuat rasa, itu masih tergolong aman. Masalah biasanya muncul jika makanan cepat saji atau produk olahan yang dikonsumsi terlalu sering dan mengandung banyak zat tambahan.

MSG adalah penyedap rasa yang telah digunakan selama puluhan tahun di berbagai belahan dunia. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa MSG aman dikonsumsi jika digunakan secara wajar. Tidak ada alasan kuat untuk menghindari MSG sepenuhnya, kecuali jika tubuh Anda menunjukkan reaksi tertentu setelah mengonsumsinya.

PAFI KALIANDA mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya pada mitos dan informasi tidak berdasar tentang bahan makanan. Pilih makanan yang seimbang, perhatikan label komposisi, dan tetap perhatikan gaya hidup sehat agar tubuh tetap bugar.

Dengan edukasi dan kesadaran, kita bisa menjadi konsumen yang cerdas dan sehat. Bersama PAFI KALIANDA, mari tingkatkan literasi kesehatan untuk masa depan yang lebih baik!